Sinergi
Wednesday, Mar 16 2016 at 10:13 PM

Gotong Royong merupakan kebiasaan yang hidup di masyarakat kita. Namun akhir-akhir ini kebiasaan ini mulai pudar. Individualisme mulai menonjol dalam berbagai segi kehidupan. Padahal melalui sinergi berbagai potensi yang ada di masyarakat dapat dibangun kekuatan bangsa yang akan mendorong kemajuan.

Sinergi antara kalangan akademis, industri farmasi dan pemetintah Indonesia belum terbangun baik. Masing-masing kurang peduli dan berjalan sendiri-sendiri. Di Laboratorium Hepatika Mataram para ilmuwan berhasil menghasilkan produknya untuk pemeriksaan hepatitis B, Hepatitis C dan Malaria. Kit ini amat diperlukan untuk pemeriksaan penyakit yang kerap didapatkan pada masyarakat kita. Kit ini mempunyai keunnggulan karena dapat digunakan tanpa peralatan laboratorium yang canggih, mudah digunakan di lapangan. Namun produk ini belum dikenal. Bahkan dikalangan tenaga kesehatan banyak yang belum tahu bahwa bangsa Indonesia mampu membuat produk sendiri. Produk yang beredar dan banyak digunakan masih berupa produk impor. Teman-teman di Mataram tentu bangga karena produk buatan mereka diakui secara global karena telah digunmakan di negara-negara tetangga kita. Namun kebanggan saja tidak lah mencukupi. Teman-teman di Mataram memerlukan juga dukungan baik dari kalangan industri maupun pemerintah.

Pemerintah perlu mendorong setiap produk dalam negri untuk berkembang menjadi tuan rumah di negrinya sendiri bahkan jika mungkin digunakan juga di luar negri. Dukungan pemerintah akan mendorong pertumbuhan industri dalam negri sehingga industri dalam negri semakin berkembang dan mempunyai kemampuan untuk mengadakan pengembangan. Dengan demikian pengembangan industri membuka kesempatan untuk mengembangkan penelitian yang akan meningkatkan mutu produk dan menambah jenis produk baru. Kepedulian terhadap pengembangan produk dalam negri yang tumbuh di masyarakat serta kalangan industri akan menimbulkjan kebanggan dan menumbuhkan suasana yang kondusif untuk tumbuh.

Industri Farmasi kita dewasa ini tertinggal dalam bidang biotek. Dalam majalah Nature biotech dilaporkan penjerapan biotek dalam bidang industri farmasi diberbagai negara berkembang. Pada laporan tersebut dapat dibaca bagaimana perkembangan biotech dalam industri farmasi di Cina, India, Kuba, Argentina, Afrika Selatan dan Mesir. 

Cina dan India dikenal dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga bagi banyak orang perkembangan industri biotek di negara tersebut bukanlah yang mengherankan. Namun bagaimana dengan Mesir? Mesir dengan penduduk yang jauh lebih sedikit daripada Indonesia telah mampu memproduksi Insulin dengan teknologi rekombinan DNA. Produksi Insulin tersebut tentulah membanggakan kalangan ilmuwan Mesir, pemerintah dan masyarakat. Mereka dapat menegakkan kepala kepala dan masyarakat Mesir tidak tergantung lagi pada produk import. Kalangan ilmuwan Mesir juga bangga karena mereka telah berhasil menunjukkan pada kalangan ilmuwan dunia bahwa mereka juga telah menguasai teknologi rekombinan DNA dengan baik.

Bagaimana dengan di Indonesia. Menurut Arif Witarto, salah seorang pakar biotek kita, sedikitnya ada 30 orang pakar biotek di Indonesia. Mereka tidak hanya jago kandang tetapi juga diakui kepakarannya pada tingkat regional maupun global. Sebagian mereka dipekerjakan di Industri biotek negara maju. Kenapa Industri biotek farmasi belum juga berkembang di Indonesia? Kita agaknya masih sibuk dengan diri sendiri, belum sempat melihat potensi teman-teman. Kita masih merasa puas dengan keadaan industri farmasi  dewasa ini karena pertumbuhan industri farmasi kita cukup tinggi. Untuk apa bersusah payah membangun industri biotek farmasi yang mempunyai resiko cukup tinggi. Kita belum mampu membangun sinergi untuk memperkuat industri farmasi kita menghadapi era industri biotek di masa depan.

Bersediakan kita merubah sikap untuk kemajuan industri farmasi tanah air. Pengembangan sikap wirausaha yang mampu mengantisipasi masa depan. Mampukah kita juga membangun sinergi berbagi potensi di negeri kita untuk mengembangkan industri farmasi yang kompetitif. Jawabannya tergantung pada diri kita masing-masing.