Obat Nefrotoksik Mengganggu Fungsi Ginjal
Wednesday, Mar 16 2016 at 11:36 PM

(epaper Media Indonesia, page 24) PENYAKIT ginjal kronis ditandai dengan gangguan pada fungsi ginjal yang berlangsung dalam jangka lama, minimal tiga bulan.  Puncak dari penyakit itu ialah gagal ginjal saat ginjal tidak lagi dapat menjalankan fungsinya.

Ada beragam faktor yang bisa menyebabkan penyakit ginjal kronis. Salah satunya ialah konsumsi obat-obatan yang bersifat nefrotoksik. Yakni, obat yang bersifat 'meracuni' atau mengganggu fungsi ginjal.

"Yang bersifat nefrotoksik antara lain obat-obatan antinyeri, antirematik, dan antibiotik," ujar nefrolog RS PGI Cikini, Jakarta, dr Tunggul D Situmorang SpPD seusai acara peringatan Hari Ginjal Sedunia yang diadakan PT Kalbe Farma Tbk, di Jakarta, Minggu (17/3).

Tunggul menjelaskan, meski bersifat nefrotoksik, bukan berarti obat-obatan itu tidak boleh digunakan. Obat-obatan itu tetap bisa dipakai mereka yang membutuhkan, tetapi dengan pengawasan dokter, tidak boleh sembarangan.

Bagaimana dengan obat ataupun ramuan tradisional? Menurut Tunggul, bahan-bahan tersebut juga perlu diwaspadai, mengingat umumnya ramuan-ramuan tersebut belum teruji secara ilmiah dan tidak diketahui sifat-sifatnya.

"Misalnya, di organ mana saja bahan itu diserap, dimetabolisme, dan dibuang, lalu bagaimana cara kerjanya, dan apa saja efek sampingnya. Bisa saja efek sampingnya merusak ginjal," papar Tunggul.

Demi keamanan ginjal dan organ tubuh lain, Tunggul menyarankan masyarakat memakai obat-obatan yang sudah teruji secara ilmiah, jelas kandungannya, cara kerjanya, efektivitasnya, dan efek sampingnya.

Pada kesempatan sama, Sekretaris Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) dr Ginova Nainggolan SpPD menyebutkan jumlah penderita penyakit ginjal kronis di Indonesia diperkirakan mencapai 100 ribu orang.

Perawatan penyakit itu berbiaya tinggi, terlebih ketika penyakit sudah sampai pada tahap puncak, ketika penderita membutuhkan terapi pengganti ginjal. Ada tiga terapi pengganti ginjal, yakni cangkok ginjal (transplantasi), hemodialisis (cuci darah), dan peritoneal dialisis (dialisis lewat cairan rongga perut).

"Sebagai gambaran, rata-rata biaya cuci darah Rp800 ribu per tindakan. Sementara pasien mungkin perlu 2-3 kali cuci darah per minggu. Tidak mengherankan bila 80% pembiayaan Askes diserap pasien gagal ginjal," jelas Ginova.

Ia mengingatkan penyakit ginjal kronis bersifat irreversible dan akan terus bertambah parah. Yang bisa dilakukan ialah memperlambat perjalanan penyakit itu. "Jadi, yang paling penting ialah bagaimana mencegah agar seseorang tidak sampai jatuh pada penyakit ginjal kronis."

Diabetes dan hipertensi merupakan dua penyakit yang paling sering menyebabkan komplikasi ginjal kronis. Karena itulah, lanjut Ginova, pasien hipertensi dan diabetes harus mengontrol kondisinya agar tekanan darah dan kadar gula darah tetap di kisaran normal.