(JURNAS) Peredaran obat palsu di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Tidak hanya beredar di pinggir jalan. Ternyata peredaran obat palsu juga beredar di apotek. Hal tersebut terbukti dengan beredarnya obat palsu terapi disfungsi ereksi atau dikenal dengan sebutan PDE5 Inhibitor (Phosphodiesterase type 5 inhibitor) menjadi salah satu dari obat yang kerap dipalsukan dan juga ditemukan di apotek.
Sekretaris Jenderal Ikatan Apoteker Indonesia, Nurul Falah mengatakan perang terhadap obat palsu harus dilakukan. Peran apoteker menurutnya harus menjadi, salah satu key success factor dalam upaya melawan obat palsu, para apoteker dapat mengedukasi diri sendiri, juga rekan kerja, dan pasien tentang obat dan risiko obat palsu.
"Peran aktif para apoteker dalam perang melawan obat palsu ini adalah memastikan bahwa obat yang disediakan di apotek dibeli dari distributor resmi, dan jangan ragu untuk melaporkan kecurigaan terhadap obat yang diterimanya," kata Nurul Falah, di Jakarta.
Berdasarkan penelitian dari Victory Project yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) menyatakan 45 persen obat PDE5 Inhibitor (Sildenafil) di Indonesia adalah palsu.
Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), Widyaretna Buenastuti mengatakan pemalsuan obat merupakan masalah yang masih dihadapi oleh berbagai negara di dunia termasuk juga oleh Indonesia, dan sekarang ini target pemalsuan tidak hanya pada obat dengan merek tertentu tetapi semua jenis obat dapat menjadi target pemalsuan, baik obat bermerek ataupun obat yang generik.
"Di Indonesia, obat palsu bisa masuk melalui penyelundupan, juga dapat berasal dari impor ilegal termasuk obat-obatan tanpa izin edar atau memang diproduksi di Indonesia oleh produsen-produsen yang tidak resmi atau ilegal. Ini menjadi persoalan yang serius yang harus ditangani oleh pemangku kepentingan," kata Widyaretna.
Dari obat-obatan yang sering dipalsukan di Indonesia, obat-obatan yang terkait dengan terapi disfungsi ereksi atau dikenal dengan sebutan PDE5 Inhibitor (Phosphodiesterase type 5 inhibitor) menjadi salah satu dari obat yang kerap dipalsukan. Hasil riset Victory Project yang dipimpin oleh Akmal Taher ini mengambil sample sebanyak 518 jumlah tablet dari 157 outlet menunjukan bahwa tingkat pemalsuan obat jenis ini mencapai 45 persen dan yang juga perlu menjadi perhatian dari hasil riset ini adalah penetrasi penyebaran obat palsu PDE5 inhibitor ternyata juga menembus apotek.
"Dari hasil ini menunjukkan 518 jumlah tablet yang diuji menunjukkan obat palsu jenis PDE5i yang dijual di pinggir jalan 100 persen palsu, sedangkan dari toko obat 56 persen palsu, lewat internet 33 persen palsu dan apotek sebanyak 13 persen," katanya.
Dr Melva Louisa dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menambahkan, obat-obat palsu tidak hanya berakibat dan menimbulkan risiko terhadap kesehatan masyarakat, tetapi secara ekonomi juga merugikan bagi masyarakat dan juga berdampak terhadap ekonomi nasional.
"Kandungan berbahaya dari obat palsu sangat merugikan kesehatan. Karena didalamnya mungkin mengandung zat berbahaya atau tidak dibuat dengan takaran sebenarnya, berkisar dari sangat kecil hingga sangat berlebihan, pasti berakibat pada pengobatan pasien, bisa tidak kunjung sembuh, resisten terhadap pengobatan, sehingga kondisi makin memburuk bahkan menimbulkan kematian," kata Melva.
Terkait dengan peredaran obat palsu ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan ada sekitar 0,4 persen dari jumlah keseluruhan obat yang beredar di masyarakat adalah obat palsu dan ilegal.
BPOM, komitmen akan terus berupaya agar peredaran obat palsu dan ilegal tersebut tidak meluas dengan memberikan pengawasan. Salah satu cara penekanan peredaran obat palsu adalah dengan memberikan edukasi kepada masyarakat. Masyarakat diminta kritis dan cerdas akan bahaya obat palsu dan ilegal tersebut.
Obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh orang atau badan yang tidak berwenang. Mereka menggunakan merek izin memproduksi milik orang lain. Sedangkan obat ilegal adalah obat yang tidak memiliki izin edar dari BPOM.
BERITA SERUPA :
Di Apotek Juga Ditemukan Obat Palsu
(KOMPAS) Peredaran obat palsu semakin mengancam masyarakat. Obat palsu bukan cuma beredar di pinggir jalan, internet, atau pasar gelap, tapi juga bisa masuk apotek.
Sebuah riset yang diadakan oleh FKUI/RSCM sepanjang tahun 2011 hingga 2012 menunjukkan, untuk jenis obat PDE5 Inhibitor atau Sildenafil, sebanyak 13 persen yang beredar di apotek adalah obat palsu. Persentase ini meningkat pada obat sildenafil yang beredar di situs internet (33 persen), toko obat (56) , dan penjual pinggir jalan yang hampir 100 persen palsu.
Menurut Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) Widyaretna Buenastuti, meskipun riset ini hanya meneliti obat antiimpotensi jenis sildenafil, namun fakta hampir setengah obat yang dijual di pasaran palsu sangat memprihatinkan.
"Masyarakat harus lebih berhati-hati lagi membeli obat. Jika ada keraguan terhadap keaslian obat, jangan ragu untuk bertanya kepada dokter, apoteker, atau langsung ke produsen pembuat obat dan juga dapat menyampaikan ke pihak berwenang," tegasnya dalam konferensi pers Kamis (2/5/2013) kemarin di Jakarta.
Sekretaris Jenderal Ikatan Apoteker Indonesia Nurul Falah mengatakan, apotek bagaimanapun juga merupakan penyedia obat-obatan resmi. Jika ditemukan obat palsu di apotek, ada dua kemungkinan yaitu apoteker yang "nakal" atau distributor yang tidak sesuai memberikan suplai obat.
"Jika ada kasus apoteker yang nakal, tentu sertifikasinya akan dicabut oleh Majelis Pembina Etik Apoteker," ujarnya.
Nurul menegaskan, para apoteker pun harus lebih cermat dalam bekerja sama dengan distributor. Setiap suplai obat untuk apotek harus melalui jalur yang resmi.
Tugas apoteker, lanjut Nurul, sangat penting dalam mendukung perang terhadap obat palsu. Apoteker perlu mengawasi industri, mengontrol kualitas obat, dan menjamin kualitasnya.
"Apoteker harus terus mengedukasi diri sendiri, rekan kerja, dan pasien tentang obat dan risiko obat palsu," pungkasnya.
Apoteker Kunci Utama Perangi Obat Palsu
Di Indonesia, pemalsuan obat berkembang dengan pesat. Peran apoteket dinilai sangat kuat untuk perangi peredaran obat palsu.
Hasil penelitian Victory Project yang dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bersama dengan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) menyatakan bahwa 45 persen obat PDES Inhibitor (Sildenafil) di Indonesia adalah palsu.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perhatian dan kekhawatiran terhadap banyaknya obat palsu yang mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan karena tidak dibuat standar.
Sekretaris Jenderal IAI Drs Nurul Falah EP, Apt, menjelaskan bahwa Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) amat mendukung perang terhadap obat palsu, dan para apoteker berperan menjadi salah satu key success factor dalam upaya melawan obat palsu dengan terus mengedukasi diri sendiri
"Kami siap berada di garda terdepan untuk mendukung pemberantasan obat-obatan palsu, terutama yang dijual melalui apotek," jelasnya dalam acara penyampaian hasil penelitian obat palsu bersama Ikatan Apoteker Indonesia di Jakarta Convention Center.
Menurutnya, tindakan yang bisa dilakukan para apoteker adalah dengan memastikan obat-obat yang disediakan di apotek itu dibeli dari distributor resmi dan juga tidak ragu melaporkan kecurigaan adanya obat palsu yang diterima.
Lebih lanjut Nurul menegaskan, semua apoteker harus membeli obat langsung pada distributor resmi. "Kalau distributor resmi hanya menyediakan 1 atau 2 jenis obat, sedangkan salesmanfreelance menawarkan obat berbagai jenis dengan harga yang lebih murah. Ini yang bisa menjadi salah satu pintu masuk obat palsu ke apotek," tegasnya.
Ia mengakui masyarakat awam sangat sulit untuk membedakan antara obat asli dengan yang palsu, sehingga apotek harus menjadi garda terdepan dalam mencegah peredarannya.
Obat-obatan palsu tidak hanya berakibat dan menimbulkan resiko terhadap kesehatan masyarakat. Peneliti dari Departemen Farmakologi FKUI Dr Melva Louisa SSi, MBiomed, menambahkan hasil riset itu sebagai bentuk peringatan kepada masyarakat dan berbagai pihak untuk segera mengambil langkah aktif memerangi peredaran obat palsu.
Dari sisi kesehatan sudah tentu obat palsu yang didalamnya mungkin mengandung zat berbahaya atau tidak dibuat dengan takaran sebenarnya, akan berakibat fatal bagi kesembuhan pasien.
"Hasil penelitian jni merupakan salah satu bentuk peringatan kepada berbagai pihak akan masalah obat palsu, agar kita semua alert dan mengambil langkah dalam memerangi obat palsu.
Sebagai informasi, dari obat-obatan yang sering dipalsukan di Indonesia, obat-obatan yang terkait dengan terapi disfungsi ereksi atau dikenal dengan sebutan PDE5 Inhibitor (phosphodiesterase type 5 inhibitor) menjadi salah satu dari obat yang kerap dipalsukan.
Hasil riset Victory Project yang mengambil sample sebanyak 518 wjumlah tablet dari 157 outlet menunjukkan bahwa tingkat pemalsuan obat jenis ini mencapai 45 persen dan yang juga perlu menjadi perhatian dari hasil riset ini adalah penetrasi penyebaran obat palsu PDES Inhibitor ternyata juga bisa menembus masuk ke apotek.