Keresahan sebagian sejawat apoteker di tanah air akibat berita keliru yang dimuat sebuah surat kabar on line yang kemudian memasuki ranah media sosial akhirnya ditanggapi oleh PP IAI dengan mengadakan Forum Diskusi terkait. Berita keliru tersebut berkaitan dikeluarkannya keputusan Judisial Review MK tentang Pengujian Undang-Undang No.36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Berikut kami lampirkan hasil diskusi tersebut.
RANGKUMAN HASIL DISKUSI
PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA
TENTANG KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 82/PUU-XIII/2015
SURABAYA, 22 DESEMBER 2016
Beredarnya berita di media online yang kemudian disebarkan melalui media sosial terkait keputusan MK Nomor 82/PUU-XIII/2015 tentang Pengujian Undang-Undang No.36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, sempat membuat resah para Apoteker karena dalam kutipan berita tersebut dinyatakan bahwa Apoteker merupakan tenaga vokasi dan bekerja atas pendelegasian dari tenaga medis.
Kondisi ini direspon oleh PP IAI melalui Forum Diskusi yang diselenggarakan pada hari Kamis 22 Desember 2016 di Surabaya dengan menghadirkan 4 (empat) orang narasumber yaitu :
1. Prof.Dr.Edy Meiyanto, Apt (Sekretaris Dewan Pakar PP IAI)
2. Dr.Faiq Bahfen, SH (Pakar Hukum Kesehatan)
3. Dr.Lilik Pudjiastuti,SH,MH (Dosen Fakultas Hukum Univ.Airlangga)
4. Andriyanto, SH,M.Kes (Praktisi sekaligus Pakar Hukum Kesehatan)
dengan peserta Ketua umum PP IAI beserta pengurus harian, Dewan Pakar PP IAI, Dewan Pengawas PP IAI, MEDAI Pusat, anggota KFN, Ketua-Ketua Himpunan Seminat, Ketua PD IAI Jatim, Ketua MEDAI Daerah Jatim, Ketua Dewan Pengawas Daerah Jatim, Ketua Dewan Pakar PD IAI Jatim, Dekan Fakultas Farmasi UNAIR, Dekan Fakultas Farmasi UWM, dan Dekan Fakultas Farmasi UBAYA serta undangan lainnya.
Dalam keputusan MK tersebut, dijelaskan tentang: pemohon, materi yang diajukan untuk diuji, dan amar putusan sebagaimana berikut ini.
A. Pemohon:
1. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI),
2. Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI)
3. Konsil Kedokteran Indonesia (KKI),
4. Dr. Mohammad Adib Khumaidi, Sp.OT.?Dokter?
5. Salamuddin, S.E.
B. Permohonan pengujian materil ketentuan UU Nomor 36 Tahun 2014:
1.1. Pasal 1 angka 1.
“Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”
1.2. Pasal 1 angka 6 sepanjang frasa “Uji Kompetensi”.
“Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan tinggi bidang Kesehatan”
1.3. Pasal 11 ayat (1) huruf a.
“Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
a. tenaga medis;”
1.4. Pasal 11 ayat (1) huruf m.
“Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
m.tenaga kesehatan lain”
1.5. Pasal 11 ayat (2).
“Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis”
1.6. Pasal 11 ayat (14).
“Tenaga Kesehatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m ditetapkan oleh Menteri”
1.7. Pasal 12.
“Dalam memenuhi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan serta kebutuhan pelayanan kesehatan, Menteri dapat menetapkan jenis Tenaga Kesehatan lain dalam setiap kelompok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11”
1.8. Pasal 21 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6) sepanjang frasa “Uji Kompetensi”.
(1) Mahasiswa bidang kesehatan pada akhir masa pendidikan vokasi dan profesi harus mengikuti Uji Kompetensi secara nasional.
(2) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi bekerja sama dengan Organisasi Profesi, lembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi.
(3) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditujukan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang memenuhi standar kompetensi kerja.
(4) Standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun oleh Organisasi Profesi dan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan dan ditetapkan oleh Menteri.
(5) Mahasiswa pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang lulus Uji Kompetensi memperoleh Sertifikat Kompetensi yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi.
(6) Mahasiswa pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang lulus Uji Kompetensi memperoleh Sertifikat Profesi yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi.
1.9. Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (5)
(1) Untuk meningkatkan mutu Praktik Tenaga Kesehatan serta untuk memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Tenaga Kesehatan dan masyarakat, dibentuk Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
(2) Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
(3) Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk Konsil
(5) Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.
Pasal 35,
“Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia berkedudukan di ibukota negara
Republik Indonesia”
Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
(1) Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia mempunyai fungsi sebagai koordinator konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
(2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia memiliki tugas:
a. memfasilitasi dukungan pelaksanaan tugas konsil masing-masing
Tenaga Kesehatan;
b. melakukan evaluasi tugas konsil masing-masing Tenaga Kesehatan;
dan
c. membina dan mengawasi konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
(3) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia memiliki wewenang menetapkan perencanaan kegiatan untuk konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
Pasal 37
(1) Konsil masing-masing tenaga kesehatan mempunyai fungsi pengaturan, penetapan dan pembinaan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik Tenaga Kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
(2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), konsil masing-masing Tenaga Kesehatan memiliki tugas:
a. melakukan Registrasi Tenaga Kesehatan;
b. melakukan pembinaan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik Tenaga Kesehatan;
c. menyusun Standar Nasional Pendidikan Tenaga Kesehatan;
d. menyusun standar praktik dan standar kompetensi Tenaga
Kesehatan; dan
e. menegakkan disiplin praktik Tenaga Kesehatan.
Pasal 38
“Dalam menjalankan tugasnya, konsil masing-masing Tenaga Kesehatan mempunyai wewenang:
a. menyetujui atau menolak permohonan Registrasi Tenaga Kesehatan;
b. menerbitkan atau mencabut STR;
c. menyelidiki dan menangani masalah yang berkaitan dengan pelanggaran disiplin profesi Tenaga Kesehatan;
d. menetapkan dan memberikan sanksi disiplin profesi Tenaga Kesehatan;
dan
e. memberikan pertimbangan pendirian atau penutupan institusi pendidikan Tenaga Kesehatan.”
Pasal 39
“Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang, Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris”
Pasal 40 ayat (1), ayat (2),
(1) Keanggotaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia merupakan pimpinan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
(2) Keanggotaan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan terdiri atas unsur:
a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan;
b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan;
c. Organisasi Profesi;
d. Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan;
e. asosiasi institusi pendidikan Tenaga Kesehatan;
f. asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan; dan
g. tokoh masyarakat.
Pasal 41,
“Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan”
Pasal 42,
“Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang Konsil
Tenaga Kesehatan Indonesia diatur dengan Peraturan Menteri”
Pasal 43, sepanjang frasa “Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia”.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, pengangkatan, pemberhentian, serta keanggotaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dan sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia diatur dengan Peraturan Presiden”
1.13 Pasal 90 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3).
(1) Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi menjadi bagian dari Konsil Tenaga Kesehatan Indonesiasetelah Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia terbentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) tetap melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya sampai dengan terbentuknya Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia
(3) Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
116,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) tetap melaksanakan fungsi dan tugasnya sampai dengan terbentuknya sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
1.14 Pasal 94.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Pasal 4 ayat (2), Pasal 17, Pasal 20 ayat (4), dan Pasal 21 Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
b. Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
116,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
menjadi sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia setelah terbentuknya Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
terhadap Pasal 28D ayat (1), pasal 28D ayat (2) dan pasal 28H ayat (1) UUD
1945.
C. AMAR PUTUSAN
Mengadili,
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;
2. Menyatakan Pasal 11 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Menyatakan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4. Menyatakan Pasal 90 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5607) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
5. Menyatakan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5607) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
6. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.
7. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya;
Kesimpulan hasil diskusi
1. Mahkamah Konstitusi tidak mengadili Subjek Hukum tetapi menguji undang-undang
2. Dari hasil uji undang-undang, yang memiliki konsekuensi hukum adalah yang tertuang dalam amar putusan, bukan pendapat ahli atau pendapat hakim, walaupun pendapat-pendapat tersebut sebagai pertimbangan dari amar putusan.
3. Dari 14 poin yang diajukan oleh pemohon, hanya 4 poin yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi, selebihnya ditolak.
4. Dari keempat amar putusan tersebut murni hanya terkait dengan Tenaga Medis, keberadaan Konsil Kedokteran Indonesia dan sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia , tidak ada yang menyangkut tenaga kesehatan lainnya, apalagi Apoteker.
5. Tidak ada dampak terhadap konstruksi hukum yang mengatur tenaga kesehatan, khususnya Apoteker dengan keluarnya keputusan tersebut
6. Berdasarkan penelusuran terhadap naskah amar putusan tersebut, tidak ditemukan kalimat yang menyatakan bahwa Profesi Apoteker merupakan tenaga Vokasi, sebagaimana diberitakan di media massa dan media sosial.
7. Berdasarkan penelusuran terhadap naskah amar putusan tersebut, tidak ditemukan kalimat yang menyatakan Profesi Apoteker berpraktik berdasarkan pendelegasian dari tenaga Medis sebagaimana berita di media massa dan media sosial.
8. Hasil keputusan MK tersebut tidak memiliki konsekuensi hukum terhadap eksistensi Profesi Apoteker dan praktik kefarmasian.
9. Dari hasil diskusi tersebut, disepakati untuk segera mempersiapkan
Rumusan Rancangan Undang-Undang Farmasi, yang dijadwalkan
selambat – lambatnya trimester pertama tahun 2017 sudah dapat didiskusikan dengan pihak DPR dan pemerintah.
10. PP IAI menugaskan PD IAI Jawa Timur untuk mempersiapkan isi dan substansi Rancangan Undang-Undang Farmasi bersama Dr.Faiq Bahfen,SH dan para ahli hukum serta unsur lainnya bersama PP IAI.
11. PP IAI mengharapkan agar PD IAI mengkoordinir PC IAI di wilayah kerjanya untuk melakukan upaya peningkatan pelaksanaan Apoteker praktik bertanggung jawab berdasarkan peraturan perundangan dan melaksanakan monitoring sesuai PO IAI No.003 tahun 2016 tentang Pembinaan Praktik Kefarmasian.